OLEH : Haerul Nasir
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (IA/AI) telah mengubah wajah dunia, termasuk dunia pendidikan. Kehadiran berbagai aplikasi berbasis AI seperti mesin pencari cerdas, platform pembelajaran adaptif, hingga asisten digital menimbulkan pertanyaan besar: apakah peran guru akan tergantikan oleh mesin?
Jawabannya tegas: tidak. Justru di era IA, peran guru menjadi semakin penting dan strategis.
Guru bukan sekadar penyampai materi. Di masa lalu, informasi masih terbatas dan guru menjadi sumber utama pengetahuan. Namun saat ini, siswa dapat mengakses ribuan sumber belajar hanya melalui gawai mereka. Di sinilah peran guru bergeser menjadi fasilitator pembelajaran, pembimbing karakter, sekaligus penjaga nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.
IA memang mampu menyajikan materi secara cepat dan personal. Namun, IA tidak memiliki empati. Ia tidak bisa memahami perasaan siswa yang sedang kehilangan motivasi, kesulitan memahami pelajaran, atau mengalami masalah pribadi. Guru hadir sebagai sosok yang mengenal keunikan setiap anak, memberikan dorongan, dan menanamkan kepercayaan diri yang tidak dapat diberikan oleh algoritma.
Di sisi lain, guru juga dituntut untuk beradaptasi. Literasi digital bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Guru harus mampu memanfaatkan teknologi IA sebagai alat bantu pembelajaran, bukan sebagai ancaman. Dengan memanfaatkan AI, guru bisa menyusun materi yang lebih menarik, menganalisis kebutuhan belajar siswa, dan menghemat waktu untuk fokus pada pembinaan karakter.
Tantangan terbesar bukan pada teknologi itu sendiri, melainkan pada kesiapan kita sebagai pendidik. Jika guru menolak perkembangan, maka ketertinggalan akan terjadi. Namun jika guru mau belajar dan berinovasi, IA justru menjadi mitra yang memperkuat peran mereka.
Akhirnya, guru di era IA bukanlah profesi yang akan hilang, melainkan profesi yang akan terus berkembang. Guru tetap menjadi jantung pendidikan, karena sejauh apa pun teknologi berkembang, pendidikan tetap membutuhkan sentuhan manusia untuk membentuk karakter, etika, dan kemanusiaan generasi masa depan.(*)









Komentar