LUWU, LAYARNEWS.ID – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito mengungkapkan bahwa petugas ad hoc pemilu tidak boleh merangkap pekerjaan yang digaji lewat APBN karena tidak dibenarkan dalam aturan perundangan.
“Guru honorer masuk sebagai penyelenggara ad hoc, panwascam (panitia pengawas kecamatan) atau PPK (panitia pemilihan kecamatan). Kemudian, perangkat desa ada juga yang direkrut, PKH – pekerja pendamping sosial,” kata Heddy di Kantor DKPP, Jakarta, Sabtu 31 Desember 2022, dikutip dari CNNIndonesia.com
Meskipun DKPP menyatakan penyelenggara ad hoc baik Panwascam dan PPK merangkap pekerjaan yang digaji lewat APBN tidak dibenarkan dalam aturan. KPU Luwu tetap melantik 110 PPK yang diduga beberapa diantaranya masih berstatus pegawai menerima sumber gaji dari APBN.
Saat dikonfirmasi, salah satu Komisioner KPU Luwu Abdullah Sappe menyatakan, dalam proses pendaftaran PPK yang dipersyaratkan hanya surat izin dari pimpinan.
“Pada dasarnya KPU dalam proses pendaftaran, yang dipersyaratkan hanya surat izin dari pimpinan,” jawabnya
Merujuk UU nomor 7 tahun 2017 pasal 21 ayat 1 syarat untuk menjadi calon anggota KPU, KPU provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota pada huruf (J) menyatakan “Mengundurkan diri dari jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan/atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pada saat mendaftar sebagai calon”.
Sementara itu Kordiv Sumber Daya Manusia, Organisasi, Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan, Abdul Thayyid Wahid Ramli, mengatakan UU nomor 7 tahun 2017 pasal 21 poin 1 itu hanya mengatur calon anggota KPU Provinsi, Kabupaten/Kota, menurutnya bukan syarat PPK dan PPS.
“Iye’ PPK dan PPS masuk dalam Badan ad hoc, jadi itu Bukan syarat buat PPK dan PPS,” tandasnya saat dikonfirmasi via chat WhatsApp.
Padahal Ketua DKPP telah menyatakan penyelenggara Ad Hoc termasuk PPK yang menerima sumber gaji sama (APBN) tidak dibenarkan dalam aturan.
Sementara itu, Ketua Pokja Bawaslu Luwu Syam Abdi mengungkapkan pernyataan Ketua DKPP itu menjadi polemik. Menurutnya, DKPP mengeluarkan statement tanpa ada penjelasan yuridis.
“Ini memang menjadi polemik, karena DKPP mengeluarkan statement tanpa ada penjelasan yuridis secara komprehensif,” ucapnya saat dikonfirmasi hari ini.
Saat ditanya Ketua DKPP Berstemennt berdasarkan UU nomor 7 THN 2017 terutama di pasal 21 itu? Apakah Bawaslu memiliki tafsiran berbeda dengan DKPP?.
“Pasal 21 itu, ada yang tidak perlu ditafsirkan lagi tapi masih ada juga yang perlu penafsiran,” kata Sam Abdi.
Sam Abdi menyatakan justru KPU membuat Juknis PPK fleksibel dan menimbulkan multitafsir.
“Seleksi PPK KPU membuat juknis yang sangat fleksibel dan itulah yang menimbulkan multitafsir,” akunya.
Sam Abdi menerangkan perangkat desa tidak diperbolehkan karena menurutnya jelas perangkat desa adalah jabatan dalam pemerintahan kecuali mereka memilih salah satu jabatan tersebut.
“Kalau kami di Bawaslu, perangkat desa memang tidak boleh. Kecuali harus memilih, karena jelas perangkat desa adalah jabatan dalam pemerintahan,” ungkapnya.
DKPP menyatakan saat ini persoalan rekrutmen petugas ad hoc mendominasi di DKPP sebanyak 89 laporan selama 2022, 38 laporan berkaitan dengan rekrutmen Panswascam dan 30 laporan rekrutmen PPK.
(KD/LN)
Komentar