Fakultas Hukum Unhas Bahas Konsep Dominus Litis Dalam RUU KUHAP

Metro697 Dilihat

Dekan FH Unhas: Jaksa Harus Jadi Pengendali Perkara dari Awal Hingga Akhir

MAKASSAR – Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin melalui Pusat Kajian Kejaksaan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Konsep Dominus Litis dalam RUU KUHAP” di Hotel Grand Hyatt Makassar, Kamis (27/2/2025). Diskusi ini menghadirkan sejumlah akademisi dan praktisi hukum sebagai bentuk kontribusi terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang akan diberlakukan pada 2026 bersamaan dengan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof. Dr. Hamzah Halim, SH., MH., M.AP, yang bertindak sebagai keynote speaker, menegaskan bahwa asas *Dominus Litis* merupakan prinsip universal yang telah diterapkan di berbagai negara, seperti Jepang, Belanda, dan Prancis. Konsep ini menempatkan jaksa sebagai pengendali perkara pidana dari tahap awal hingga eksekusi putusan.

“Asas *Dominus Litis* sudah digunakan secara luas, khususnya dalam penegakan hukum pidana. Jaksa harus menjadi pengendali perkara sejak awal hingga akhir untuk menghindari bolak-baliknya berkas perkara antara penyidik dan penuntut umum,” ujar Prof. Hamzah.

BACA JUGA :  Jembatan Penghubung Jalan Trans Sulawesi di Cilallang Terancam Ambruk

Lebih lanjut, Prof. Hamzah juga mendorong agar Kejaksaan RI masuk dalam ranah kekuasaan yudikatif guna memperkuat independensinya, mengingat saat ini Kejaksaan masih berada di bawah eksekutif.


Dalam diskusi ini, Guru Besar Hukum Pidana Unhas, Prof. Dr. Aswanto, SH., MSi., DFM, menekankan bahwa KUHAP harus memastikan setiap tahapan proses pidana berjalan sesuai aturan guna mencegah penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum.

“Asas *Dominus Litis* menegaskan bahwa jaksa memiliki kewenangan penuh dalam mengendalikan perkara pidana, termasuk dalam menentukan apakah suatu kasus layak dilanjutkan ke pengadilan atau tidak,” jelas Prof. Aswanto.

Menurutnya, konsep ini memiliki implikasi penting, seperti menjamin konsistensi penegakan hukum, mencegah intervensi pihak eksternal, serta mendorong penerapan keadilan restoratif guna penyelesaian perkara secara lebih humanis.

BACA JUGA :  Kajati-KPU Sulsel Kolaborasi Ciptakan Pemilu Berkualitas dana Bermartabat

Guru Besar Hukum Pidana UIN Alauddin Makassar, Prof. Sabri Samin F, menyoroti tantangan yang dihadapi dalam sistem peradilan pidana, termasuk masalah kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan. Menurutnya, jaksa berperan penting dalam menentukan sanksi yang akan diterapkan agar memiliki efek jera serta tetap menghormati hak asasi manusia.

“Jaksa harus mampu mengantisipasi berbagai bentuk kejahatan baru, seperti *legal crime* (kejahatan yang dilegalkan) dan *undetected crime* (kejahatan yang sulit terungkap). Oleh karena itu, kolaborasi antara penyidik dan jaksa sangat diperlukan dalam RUU KUHAP,” ungkap Prof. Sabri.

Sementara itu, Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof. Dr. H. Hambali Thalib, menekankan bahwa prinsip Dominus Litis harus diterapkan dalam sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Justice System), di mana seluruh aparat penegak hukum bekerja sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan.

BACA JUGA :  Buka Turnamen Olang Cup 1, Bupati Luwu Janjikan Pembangunan Tribun Lapangan

Dalam FGD ini, Ketua Dewan Kehormatan Peradi, Dr. Tadjuddin Rachman, berbagi pengalaman terkait tantangan yang dihadapi dalam praktik penegakan hukum. Ia menyoroti perlunya penguatan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum guna menghindari kesalahan prosedural yang dapat menghambat proses peradilan.

Diskusi ini turut dihadiri oleh berbagai akademisi hukum, di antaranya Prof. Heri Tahir dan Prof. M. Said Karim dari Unhas, serta sejumlah dekan Fakultas Hukum dari berbagai perguruan tinggi di Makassar. Perwakilan dari beberapa instansi pemerintah seperti Kementerian Kehutanan, Balai Karantina Nasional, Bea Cukai, dan Imigrasi juga turut serta dalam pembahasan ini.

Dengan adanya diskusi akademik ini, diharapkan RUU KUHAP dapat dirancang secara lebih komprehensif guna menciptakan sistem peradilan yang lebih efisien, transparan, dan berkeadilan.(*)

 

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Komentar